Kerajaan Rwanda
Kerajaan Rwanda | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1959–1962 | |||||||||
Status | Wilayah Kepercayaan | ||||||||
Ibu kota | Nyanza | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Kinyarwanda Prancis | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Raja | |||||||||
Era Sejarah | Perang Dingin | ||||||||
• Otonomi dari Belgia | 25 Juli 1959 | ||||||||
1 Juli 1962 | |||||||||
Kode ISO 3166 | RW | ||||||||
| |||||||||
Kerajaan Rwanda adalah kerajaan yang didirikan pada abad ke-15 oleh kelompok penggembala Tutsi. Wilayahnya meliputi daerah yang kini merupakan bagian dari Rwanda modern. Kerajaan ini pelan-pelan tunduk kepada kepentingan kolonial Eropa pada tahun 1890. Kerajaan Rwanda berakhir pada tahun 1962 ketika Rwanda menjadi republik setelah berlangsungnya kudeta dan referendum 1961.
Pra-kolonialisasi
Pada abad ke-15, satu kekepalasukuan berhasil mempersatukan tetangga-tetangganya dan mendirikan Kerajaan Rwanda. Meskipun beberapa Hutu merupakan bagian dari kebangsawanan dan terjadi pembauran, Hutu yang merupakan 82-85% dari populasi sebagian besar merupakan petani miskin. Secara umum, raja-raja, atau Mwami, biasanya merupakan orang Tutsi. Walaupun terdapat dewan penasihat Mwami (abiiru) yang terdiri dari Hutu saja dan cukup berpengaruh, namun, pada pertengahan abad ke-18, abiiru semakin terpinggirkan.
Sebelum abad ke-19, Tutsi dianggap memegang kekuatan militer sementara Hutu memegang kekuatan supranatural.[1][2]
Raja memusatkan kekuasaannya dan membagikan tanah kepada orang-orang dan tidak memperbolehkan pewarisan berdasarkan garis keturunan, sementara sebagian besar kepala suku turun temurun merupakan orang Hutu. Sebagian besar kepala suku yang ditunjuk oleh Mwami adalah orang Tutsi. Pembagian tanah yang dilancarkan antara tahun 1860 hingga 1895 oleh Mwami Rwabugiri mengakibatkan ditetapkannya sistem perlindungan; dalam sistem ini, Hutu memperoleh hak untuk menetap di tanahnya, dan sebagai gantinya harus bekerja untuk kepala suku Tutsi.[3]
Di bawah kekuasaan Mwami Rwabugiri, Rwanda menjadi negara ekspansionis. Rwabugiri tidak bersusah-payah untuk menilai identitas etnik orang yang ditaklukan dan sekadar melabeli mereka sebagai "Hutu". Maka, gelar Hutu merupakan identitas trans-etnis yang dikaitkan dengan penundukan. Hal ini membantu memperkuat gagasan bahwa pemisahan Hutu dan Tutsi merupakan pemisahan sosioekonomik dan bukan etnik.
Catatan kaki
- ^ Mamdani 2001, 62. Mandani recounts a historical narrative indicating the importance of a Hutu diviner in the formation of the Rwandan state.
- ^ Manus I. Midlarsky, "The Killing Trap" (New York: Cambridge University Press, 2005), hal.162.
- ^ citation could be pg. 12, 13, 14 of Re-Imagining Rwanda: Conflict, Survival and Disinformation in the Late Twentieth Century, by Johan Pottier. published by Cambridge University in 2002
Pranala luar