Pertanaman campuran

Tumpang sari lobak dan seledri di Pangalengan, Bandung
Kelapa dan bunga Tagetes erecta di India

Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama. Sistem ini meniru keanekaragaman ekosistem alami dan menghindari pertanaman tunggal atau monokultur. Tumpang sari dan wanatani termasuk ke dalam praktik pertanaman campuran. Polikultur merupakan salah satu prinsip permakultur.

Polikultur membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, tetapi memiliki keuntungan lebih dibandingkan monokultur:

  • Keanekaragaman tanaman pertanian menghindari penularan penyakit tanaman secara luas seperti yang umum terjadi di pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa penanaman beberapa varietas padi dalam satu lahan meningkatkan hasil dikarenakan turunnya persebaran penyakit, sehingga pestisida tidak dibutuhkan.[1]
  • Keanekaragaman yang lebih tinggi menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator yang menguntungkan.

Jenis

Tumpang sari

Tumpang sari merupakan pertanaman dua atau lebih tanaman dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Jenis-jenis tanaman tersebut ditanam di lahan yang sama. Contoh tumpang sari adalah penanaman jagung dengan kedelai atau kacang tanah.[2]

Tumpang sela

Tumpang sela merupakan jenis tumpang sari yang dilakukan pada pertanaman tunggal. Penerapannya dilakukan pada tanaman-tanaman perkebunan yang utama. Tumpang sela juga diterapkan kepada tanaman hutan. Tanaman sela ditanam ketika tanaman pokok masih berukuran kecil atau belum produktif. Sela waktu penanaman dapat setiap musim, setahun, hingga dua tahun. Tanaman sela semusim misalnya pisang. Tanaman sela setahun misalnya jagung dan kedelai. Sedangkan tanaman sela dua tahun misalnya cabai dan tomat.[3]

Tumpang gilir

Tumpang gilir merupakan cara bercocok tanam dengan dengan dua atau lebih jenis tanaman pada lahan yang sama dengan pengaturan waktu panen. Jenis tanaman berperan sebagai peningkat intensitas tanam. Penanaman meningkat dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam atau lebih. Penentuan jumlah penanaman ditentukan oleh umur panen atau jenis tanaman yang ditanam. Metode tumpang gilir memberikan hasil panen yang lebih beragam dalam satu musim tanam. Jumlah panen yang dapat dilakukan oleh petani mulai dua hingga empat kali dalam setahun. Metode tumpang gilir mengurangi biaya sarana produksi dan meningkatkan pendapatan petani dari hasil panen. Jenis tanaman yang dapat diterapkan tumpang gilir padanya misalnya jagung dan kacang hijau.[4]

Pola tanam bergiliran

Pola tanam bergiliran merupakan metode penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada lahan yang sama secara bergiliran. Metode ini mengandalkan urutan waktu penanaman untuk menentukan intensitas penanaman. Pergantian giliran penanaman ditentukan oleh masa panen masing-masing jenis tanaman. Pola tanam bergiliran dibagi menjadi tiga macam, yaitu bergiliran ganda, bergiliran bertiga dan bergiliran berempat. Bergiliran ganda berarti dalam setahun hanya ada dua jenis tanaman yang ditanam bergiliran. Bergiliran bertiga berarti ada tiga jenis tanaman yang ditanam bergiliran secara berurutan. Bergiliran berempat berarti ada empat jenis tanaman yang ditanam bergiliran secara berurutan.[5]

Fungsi

Keberlanjutan sistem pertanian

Pertanaman campuran merupakan salah satu cara meningkatkan keanekaragaman hayati di lahan pertanian secara maksimal. Meningkatnya keanekaragaman hayati menjadi salah satu cara mencapai keberlanjutan pada sistem pertanian.[6]

Peningkatan produktivitas lahan

Pada sistem pertanaman campuran, tanaman yang ditanam lebih dari satu jenis. Kondisi tersebut membuat produktivitas lahan meningkat. Rotasi tanaman dalam satu waktu juga meningkatkan kesuburan tanah. Pertanaman campuran juga menghasilkan kondisi umpan balik positif. Pada kondisi ini, penanaman satu jenis tanaman berdampak pada peningkatan pertumbuhan tanaman jenis lainnya di lahan yang sama.[7]

Peningkatan keragaman gizi masyarakat

Nilai gizi yang beragam diperoleh melalui hasil panen pertanaman campuran yang lebih dari satu jenis tumbuhan. Ini karena setiap jenis tanaman memiliki kandungan gizi yang berbeda. Jenis gizi yang akan diperoleh masyarakat akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jenis tanaman yang ditanam dalam pertanaman campuran.[7]

Mengurangi risiko usaha tani

Risiko usaha tani pada pertanaman campuran dapat dikurangi karena perbedaan jenis hama pada jenis tanaman yang berbeda. Jenis tanaman yang berbeda memiliki tingkat keamanan yang berbeda terhadap hama atau patogen. Sehingga, salah satu jenis tanaman akan tetap dapat dipanen. Kondisi tersebut dapat menjamin kelangsungan dari perolehan pendapatan.[7]

Kondisi penerapan

Pertanaman campuran merupakan pola tanam yang sesuai diterapkan pada dua kondisi. Pertama, lahan yang digunakan untuk penanaman tidak memiliki ukuran yang luas. Kedua, adanya risiko perubahan harga komoditas pertanian dalam nilai yang besar. Kedua kondisi tersebut didasarkan kepada nilai indeks diversitas tanaman yang berbanding lurus dengan risiko yang ditanggung oleh petani atas komoditas pertaniannya.[8]

Kawasan agropolitan

Pertanaman campuran pada kawasan agropolitan dilakukan secara terus-menerus. Lahan pertanian dimanfaatkan oleh petani setiap hari, Tujuannya untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.[8]

Kelemahan

Pertanaman campuran dapat menghasilkan inang untuk hama dan patogen. Risiko adanya inang khususnya pada pertanaman campuran dengan model tumpang sari. Selain itu, pertanaman campuran juga memerlukan biaya yang lebih mahal. Penambahan biaya diperlukan untuk perawatan jenis-jenis tanaman yang ditanam.[9]

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ (August 17, 2000.) Genetic Diversity and Disease Control in Rice Nature 406, 718 - 722. Diarsipkan 2011-11-18 di Wayback Machine.
  2. ^ Rai 2018, hlm. 26-27.
  3. ^ Rai 2018, hlm. 27.
  4. ^ Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (23 November 2019). "Sistem Tanam Tumpang Gilir". Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Diakses tanggal 15 Juli 2022. 
  5. ^ Evizal, R., dan Prasmatiwi, F. E. (2021). "Review: Pilar dan Model Pertanaman Berkelanjutan di Indonesia" (PDF). Jurnal Galung Tropika. 10 (1): 128. ISSN 2407-6279. 
  6. ^ Purba, D. W., dkk. (2022). Sistem Pertanian Terpadu: Pertanian Masa Depan (PDF). Yayasan Kita Menulis. hlm. 59. ISBN 978-623-342-385-4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-07-18. Diakses tanggal 2022-07-15. 
  7. ^ a b c Putra, Dewi dan Afrianto 2021, hlm. 50.
  8. ^ a b Wahyudie, Tri (2020). Reni, Yevina Maha, ed. Penguasaan Lahan dan Konservasi Tanah (PDF). Malang: Ahlimedia Press. hlm. 17. ISBN 978-623-94297-2-0. 
  9. ^ Putra, Dewi dan Afrianto 2021, hlm. 51.

Daftar pustaka

Pranala luar