Pertahanan militer

Pertahanan militer merupakan kekuatan utama pertahanan negara yang dibangun dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer, tersusun dalam komponen utama serta komponen cadangan dan komponen pendukung. Pendayagunaan lapis pertahanan militer diwujudkan dalam penyelenggaraan operasi militer, baik dalam bentuk Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).[1]

Tujuan

Pertahanan militer sebagai kekuatan bersenjata ditampilkan melalui SDM dan Alutsista, dibangun, dan dikembangkan secara profesional untuk mencapai tingkat kekuatan sampai pada standar penangkalan. Namun, pembangunan kekuatan pertahanan negara harus dipersiapkan untuk menghadapi setiap ancaman militer yang sewaktu-waktu dapat timbul.

Upaya penangkalan tidak bersifat pasif, tetapi dikembangkan dalam suatu strategi penangkalan yang memiliki sifat dinamis, melalui kesiapsiagaan kekuatan pertahanan untuk menghadapi kondisi terburuk, yakni menghadapi ancaman aktual dalam bentuk perang atau bentuk ancaman militer lainnya.

Dalam konteks “menghadapi ancaman militer”, kekuatan pertahanan yang dimiliki didayagunakan untuk mengatasi situasi negara yang terancam oleh suatu serangan militer dari negara lain, atau sedang diperhadapkan dengan adanya jenis ancaman yang akan mengganggu kepentingan nasional.

Strategi pertahanan

Strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman militer disesuaikan dengan jenis ancaman dan besarnya risiko yang dihadapi.

strategi pertahanan untuk menghadapi ancaman militer berupa agresi militer berbeda dengan strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman yang jenisnya bukan agresi militer. Agresi militer mengancam totalitas eksistensi bangsa dan negara sehingga harus dihadapi dengan strategi pertahanan dalam kerangka operasi militer perang dengan pengerahan segenap kekuatan nasional. Sebaliknya, ancaman militer yang lain tidak selalu harus dihadapi dengan OMP.

Ancaman militer yang jenisnya bukan agresi militer dihadapi dengan kekuatan pertahanan yang besarnya terbatas dan proporsional dengan besarnya ancaman yang dihadapi serta dengan pola OMSP. Penerapan strategi pertahanan berlapis berlaku untuk konteks menghadapi jenis ancaman militer agresi militer dan ancaman militer yang bukan agresi.

Apabila ancaman aktual berupa ancaman militer yang karakteristiknya memerlukan penanganan melalui OMP, lapis pertahanan militer didayagunakan sebagai inti kekuatan. Dalam hal ini lapis pertahanan militer yang berintikan komponen utama, dan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung, di samping disokong oleh lapis pertahanan nirmiliter yang melaksanakan fungsi-fungsi diplomasi serta upaya-upaya lain dalam bentuk perlawanan tidak bersenjata.

Apabila ancaman aktual berupa ancaman militer yang karakteristiknya tidak memerlukan penanganan melalui OMP, lapis pertahanan militer didayagunakan sebagai inti kekuatan pertahanan untuk melaksanakan OMSP.

Postur pertahanan militer

Postur pertahanan militer berdasarkan

  • Faktor ancaman, baik yang potensial maupun ancaman nyata, dalam kurun waktu tertentu;
  • Standar penangkalan, ukuran kemampuan yang harus dicapai oleh Angkatan Bersenjata. Ukuran kemampuan mencakupi kekuatan SDM dan Alutsista serta profesionalitas prajurit, yang tercermin dalam gelar kekuatan guna mewujudkan efek penangkalan; dan
  • Organisasi. Manajemen pemerintahan yang berkualitas dan efektif dengan kinerja yang tinggi sehingga dapat mewujudkan Tentara yang profesional, berdaya tangkal, dan disegani.

Tata ruang wilayah pertahanan

Tata ruang wilayah pertahanan, sebagai proses perencanaan penataan, pengendalian dan pemanfaatan ruang, merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan. Rencana tata ruang disusun dengan perspektif kondisi masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor, lingkungan hidup dan hakikat ancaman yang berkembang setiap waktu.[2]

Medan pertahanan

  1. Lapisan pertama adalah medan pertahanan penyanggah, berada di luar garis batas zona ekonomi eksklusif dan lapisan udara di atas nya.
  2. Lapisan kedua adalah medan pertahanan utama sebagai medan operasi, dari laut zona ekonomi eksklusif sampai dengan laut teritorial dan lapisan udara di atas nya.
  3. Lapisan ketiga adalah daerah-daerah perlawanan pada wilayah kompartemen strategis darat, termasuk wilayah perairan kepulauan dan lapisan udara di atas nya, meliputi daerah pertempuran, daerah komunikasi, dan daerah pangkal pertahanan dan perlawanan.[3]

Jenis dan bentuk pertahanan

Referensi

  1. ^ Strategi Pertahanan Negara, Departemen Pertahanan Republik Indonesia, ISBN 978-979-8878-02-2
  2. ^ Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
  3. ^ Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982)

Pranala luar